Headlines
Tampilkan postingan dengan label Fenomena. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fenomena. Tampilkan semua postingan

6 Fenomena Aneh Di Lautan Dunia

Fenomena Aneh Di Lautan Dunia adalah hal yang selalu ada di benak kita. Lautan tak hanya indah dan mengerikan jika ombak sedang bergulung-gulung, sehingga kebanyakan manusia lebih memilih untuk mengaguminya dari pantai dibanding melayari hamparan air birunya yang tak berujung. Selain kedua hal tersebut, laut juga memiliki misteri dan fenomena yang di antaranya bahkan belum dapat dipecahkan penyebabnya. Jika Anda Sahabat anehdidunia.blogspot, ingin tahu apa saja misteri tersebut, berikut datanya yang dikutip dari situs berita Rusia, Pravda.

1. Segitiga Bermuda
Segitiga Bermuda

 
Nama ini merupakan yang paling banyak disebut dalam beberapa dekade terakhir akibat banyaknya kejadian mistrius di kawasan seluas jutaan kilometer persegi dan berada di antara tiga wilayah itu, yakni Kepulauan Bermuda, Puerto Rico, dan Fort Lauderdale.

Nama Segitiga Bermuda mulai beken ketika satu skuadron tempur yang terdiri atas lima pembom torpedo Angkatan Laut, hilang pada 5 Desember 1945. Hingga kini jasad 14 kru pesawat dan bangkai kapalnya tidak ditemukan. Menurut data, hingga kini setidaknya sudah 50 kapal dan pesawat yang dilaporkan hilang di wilayah itu.

Pada 1980-an, Segitiga Bermuda kehilangan reputasi mistisnya karena tidak lagi 'melahap' apapun yang melintas di atasnya. Namun demikian, sejumlah teori telah berupaya mengungkap misteri itu, baik dari segi pseudosains, paranormal, sampai UFO. Namun. Teori yang paling meyakinkan adalah yang dikemukakan Joseph Monaghan dari Monash University. Pada 2003, ilmuwan tersebut menulis artikel dalam American Journal of Physics. Judulnya, 'Bisakah Gelembung Metana Menenggelamkan Kapal?'

Menurut Monaghan, gelembung besar bisa terbentuk dari deposit metana padat -- yang dikenal dengan gas hidrat. Untuk diketahui gas metan bisa memadat di bawag tekanan besar di dalam laut. Sahabat anehdidunia.blogspot, deposit metana yang mirip es bisa pecah, berubah gas, dan menciptakan gelembung di permukaan air. Konsentrasi gas yang lepas bisa menyebabkan kerusakan alat elektronik pada pesawat juga kapal. Tak hanya itu, kapal bisa tenggelam di lokasi tersebut karena pengurangan kepadatan (densitas) air secara mendadak.

Fenomena lain di Segitiga Bermuda disebut Flying Dutchman - lenyapnya awak kapal secara misterius. Teori ilmiah ditawarkan untuk menjelaskan dari hilangnya para pelaut itu. Yakni infrasonik. Beberapa ilmuwan yakin, infrasonik itu ditimbulkan gelembung gas metana saat naik ke permukaan.

Getaran infrasonik memicu resonansi berbahaya di jantung dan pembuluh darah. Saat itu, manusia yang terkena bisa terserang panik. Ini mungkin yang membuat para pelaut panik dan melompat ke luar kapal - untuk melepaskan diri dari perasaan aneh yang menimpanya.

Bagaimanapun, tak ada satupun teori yang menjelaskan, mengapa pada pertengahan tahun 1980-an, Segitiga Bermuda berhenti melahap kapal dan pesawat. Mungkin karena kemajuan teknologi pesawat dan kapal.

2. Laut Sargasso
Sargasso


 
Banyak orang menyamakan Laut Sargasso dengan Segitiga Bermuda. Padahal perairan ini terdapat di tenggara Segitiga Bermuda di Samudera Atlantik. Ada beberapa keunikan di wilayah ini. Samudera bergerak searah jarum jam, tedapat banyak alga Sargassum di dalamnya.

Laut ini memiliki pusaran raksasa yang memiliki aturannya sendiri. Temperatur di luar pusaran jauh lebih tinggi dari bagian luarnya. Sejumlah orang yang berlayar di sana mengaku melihat fatamorgana: misalnya, Matahari terbit di Timur dan Barat dalam waktu bersamaan.

Richard Sylvester dari University of Western Australia berpendapat, pusaran raksasa Sargasso bersifat sentrifugal -- yang lantas menciptakan pusaran kecil yang mencapai wilayah segitiga bermuda. Pusaran kecil ini menimbulkan siklon mini di udara -- cukup kuat untuk mencelakakan sebuah pesawat kecil.

3. Laut Setan (Devil's Sea)

Laut Setan

 
Ini adalah wilayah di Pasifik, sekitar Pulau Miyake - 100 kilometer Selatan Tokyo. 'Saudara' Segitiga Bermuda ini tidak bisa ditemukan di peta manapun, namun para pelaut memilih untuk menghindarinya. Badai bisa muncul secara tiba-tiba dan menghilang sama mendadaknya. Paus, lumba-lumba, bahkan burung tak hidup di wilayah itu. Sembilan kapal menghilang dalam waktu lima tahun pada tahun 1950-an. Yang paling terkenal adalah menghilangnya Kaiyo Maru No.5, kapal riset Jepang.

Laut Setan berada di kawasan seismik yang sangat aktif. Lantai laut bergerak konstan. Pulau vulkanik muncul dan menghilang secara reguler. Wilayah ini juga diketahui sangat aktif aktivitas siklonnya.

4. Tanjung Harapan

Tanjung Harapan

 
Daerah ini juga dikenal sebagai Tanjung Badai. Kapal-kapal besar tenggelam dalam kurun waktu ratusan tahun. Sebagian besar kapal hancur karena cuaca buruk, khususnya ombak mematikan, atau 'cape roller'. Para ilmuwan menyebutnya gelombang soliter -- yang tingginya bisa mencapai 30 meter, sejatinya terdiri dari dua ombak yang bergabung menjadi satu.

Gelombang raksasa itu menciptakan rongga besar, yang tingginya hanya sedikit lebih rendah dari gelombang itu. Meski fenomena ombak ini bisa terjadi di laut lainnya, namun area di Tanjung Harapan yang paling bahaya.

5. Bagian Timur Samudera Hindia dan Teluk Persia

Bagian Timur Samudera Hindia dan Teluk Persia

 
Daerah ini dikenal fenomena yang sangat mengesankan dan misterius: lingkaran cahaya raksasa yang berputar-putar di permukaan air.

Ahli kelautan Jerman, Kurt Kahle percaya, fenomena itu adalah akibat dari gempa bawah laut, yang menimbulkan pendaran plankton. Lalu timbul gerakan seperti putaran roda. Namun, hipotesis ini menuai kritik akhir-akhir ini karena belum mampu menjelaskan transformasi lingkaran cahaya secaralogis. Sains modern juga belum mampu menjelaskan bentuk lingkaran sempurna obyek tersebut. Karenanya, muncul teori baru yang sebenarnya lebih tak masuk akal: UFO.

6. Pusaran air (maelstrom)

Pusaran air

 
Meski tak terlalu mengesankan seperti pusaran air di Laut Sargasso. Namun para pelaut tahu fenomena menakjubkan tentang pusaran jenis ini. Pusaran air ini terjadi dua kali sehari, di bagian barat laut Laut Norwegia Kata 'maelstrom' dipopulerkan oleh Edgar Alan Poe. Maelstrom adalah air yang berputar kuat dan besar. Permukaan air dari pusaran lebihrendah puluhan meter dari permukaan air laut. Kekuatannya puluhan kali lipat dari arus biasa.

Yang aneh, pusaran berubah arah berlawanan setiap tiga sampai empat bulan. Bisa terjadi di manapun, termasuk Segitiga Bermuda. Diyakini, pusaran berputar berlawanan arah jarum jam di belahan bumi utara dan searah jarum jam di bagian bumi selatan.

Fenomena Hari Tanpa Bayangan Matahari

Hari tanpa bayangan Matahari akan terjadi di beberapa daerah di wilayah Jawa. Solo akan mengalaminya pada Kamis (1/3/2012), Semarang pada Jumat (2/3/3012), dan Jepara pada Sabtu (3/3/3012). Sementara, Yogyakarta telah mengalaminya pada Rabu (29/2/2012). Bagaimana sebenarnya hari tanpa bayangan Matahari?

Secara sederhana, fenomena tersebut dapat dijelaskan dengan eksperimen jam Matahari. Caranya dengan menegakkan tongkat di sebuah bidang datar atau tanah lapang yang disinari Matahari dan kemudian mengamati bayangannya.

Pada pengamatan di hari biasa, kala pagi hari, bayangan akan jatuh di sebelah barat, sementara pada sore hari akan jatuh di timur. Saat tengah hari, Matahari tepat berada di atas kepala sehingga bayangan sangat pendek.

"Kalau kita mengamati di hari tanpa bayangan Matahari, kira-kira saat dzuhur bayangan akan jatuh tepat di atas tongkat sehingga kita tidak melihat bayangannya, " kata Mutoha Arkanuddin dari Jogja Astro Club saat dihubungi, Rabu (29/2/2012).

Meski disebut hari tanpa bayangan Matahari, namun bayangan Matahari hanya "menghilang" saat tengah hari saja. Kala pagi dan sore hari, bayangan tetap bisa dilihat dengan melakukan eksperimen sederhana yang sama.

Lalu, apa sebab terjadinya hari tanpa bayangan Matahari?

Matahari mengalami gerak semu harian dan tahunan. Pada gerak semu harian, manusia di Bumi akan melihat Matahari seolah-olah terbit dari timur, berada tepat di atas kepala pada tengah hari dan akhirnya tenggelam di barat.

Pada gerak semu tahunan, manusia yang berada di lintang nol akan melihat Matahari bergeser ke utara antara 21 Maret - 23 September dan bergeser ke selatan antara 23 September-21 Maret. Tepat tanggal 21 Maret dan 23 September, Matahari ada di khatulistiwa.

Gerak semu Matahari tersebut membuat Matahari seperti singgah di tempat-tempat antara 23,5 derajat Lintang Utara hingga 23,5 derajat Lintang Selatan. Singgahnya Matahari di sebuah tempat ini yang menyebabkan fenomena hari tanpa bayangan Matahari.

Secara ilmiah, hari tanpa bayangan Matahari disebut sebagai Transit Utama, yakni saat Matahari berada di titik zenith sebuah tempat. Jadi, jika hari di Solo terjadi hari tanpa bayangan Matahari, maka Matahari tengah singgah tepat di titik atas warga Solo.

Transit Utama bukan peristiwa langka sebab terjadi secara periodik, Mutoha mengatakan, di Yogyakarta misalnya, hari tanpa bayangan Matahari terjadi pada bulan Februari.

Sayangnya, Matahari tak bisa bergeser ke barat atau ke timur. Jadi, kota-kota di Indonesia lain seperti Aceh, Jakarta, dan Jayapura tak bisa menikmati transit Utama. Kota di khatulistiwa yang dapat menyaksikannya adalah Pontianak, setiap tanggal 21 Maret.

Eksperimen Eratosthenes

Apa keistimewaan Transit Utama?

"Transit utama 2.200 tahun lalu dimanfaatkan oleh Eratosthenes untuk mengukur keliling Bumi," kata Mutoha.

Eratosthenes membandingkan fenomena yang terjadi di kota Shina (Aswan) dan Alexandria. Ia mengamati bahwa setiap tanggal 22 Juni, sebuah sumur di kota Shina mendapatkan penyinaran menyeluruh, yang artinya Matahari tegak lurus. Sementara itu, tugu di kota Alexandria memperlihatkan bayangan pada tanggal yang sama.

Dari pengamatannya, Eratosthenes percaya bahwa Bumi berbentuk bulat dan bahwa Shina dan Alexandria terletak di Meridien yang sama. Eratosthenes kemudian menemukan sebuah persamaan, bahwa keliling Bumi dibagi jarak dua kota yang terletak pada meridien yang sama, sama dengan 360 derajat dibagi sudut antara dua kota tersebut.

Untuk mengukur keliling Bumi, Eratosthenes menghitung jarak Shina - Alexandria adalah 5000 Stadia (800 km). Pengukuran diperoleh dengan mengalikan waktu tempuh perjalanan yang selama 50 hari dengan kereta berkecepatan 100 stadia. Stadia adalah arena olahraga yang dipakai masyarakat Yunani, berukuran keliling 185 meter.

Eratosthenes berteori bahwa cahaya Matahari yang mencapai Bumi berjalan pararel. Dari hal tersebut, ia mengungkapkan bahwa sudut antara Alexandria dan Shina adalah 1/5 sudut keliling Bumi atau 7,12 derajat. Dengan perhitungannya, Eratosthenes mendapatkan hasil bahwa keliling Bumi adalah 250.000 stadia atau 46.300 kilometer.

Perhitungan Eratosthenes cukup akurat, hanya 15 persen meleset dari perhitungan saat ini. Jarak Shina-Alexandria 729 km, bukan 800 km. Alexandria dan Shina juga tidak terletak pada meridien yang sama, tetapi berbeda 3 derajat. Walau demikian, hasil studi Eratosthenes sangat pantas diapresiasi.

"Biasanya, hari tanpa bayangan Matahari menjadi kesempatan bagi kita untuk mengulang eksperimen yang sama dengan Eratosthenes. Kala 2.200 tahun lalu dia bisa, masak kita tidak bisa," ujar Mutoha. Sumber

Last Post