
Darsem duduk terkulai di kursi rumahnya di Dusun Trungtum, Kecamatan Pusakanagara Subang, Jawa Barat. Wajahnya tampak pucat dan tidak bersemangat. "Kepala saya pusing. Males ngomong," katanya saat ditemui Jawa Pos Minggu lalu.
Setiap kali ditanya, jawabannya ketus. Dia mengaku sakit kepala karena terus memikirkan masalah keluarga. Ya, sejak minggu lalu, perempuan 25 tahun itu resmi bercerai dengan suaminya, Hasanuddin, yang menikahinya pada 2005.
Dari pernikahan tersebut, Darsem dikaruniai seorang anak yang diberi nama Syafii. Selain memikirkan masalah rumah tangga, dia kini dipusingkan dengan berita-berita miring tentang dirinya yang dianggap telah berfoya-foya dengan uang sumbangan kepadanya. "Memangnya kenapa kalau saya pakai uang (sumbangan) itu. Itu kan uang saya sekarang," ujarnya, masih dengan nada ketus.
Seperti diberitakan, Darsem adalah terpidana mati pemerintah Arab Saudi. TKI yang pergi ke negara Timur Tengah pada 2006 itu lebih banyak menghabiskan waktu di penjara. Yakni, 3,5 tahun. Dia didakwa membunuh saudara majikannya. Padahal, perbuatan itu dilakukan Darsem dalam upaya membela diri.
Namun, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Pemerintah lantas mencari celah untuk membebaskan Darsem. Akhrinya dia bisa lolos lantaran keluarga korban mau memaafkannya. Tapi, syaratnya Darsem membayar denda 2 juta riyal (sekitar Rp 4,7 miliar). Pemerintah pun membantu Darsem hingga bebas setelah membayar uang itu.
Akhirnya pada 13 Juli lalu Darsem bisa dipulangkan ke tanah air. Tak pelak, nasib tragis Darsem itu pun memancing empati masyarakat yang luar biasa. Bahkan, salah satu televisi swasta berhasil mengumpulkan uang sumbangan dari pemirsanya senilai Rp 1,2 miliar. Uang itu sudah diberikan kepada Darsem.
Sayangnya, setelah beberapa minggu berada di rumah dan berkumpul bersama keluarga, mencuat kabar bahwa Darsem hidup serbawah di kampungnya. Misalnya, dia dikabarkan memborong perhiasan, membeli rumah, dan sawah.
"Kalau beli perhiasan seperti ini kan biasa. Namanya perempuan, masak nggak boleh pakai perhiasan," ucapnya. Selain itu, kata Darsem, salah satu alasan dia membeli emas adalah investasi. Jadi, jika sewaktu-waktu butuh uang, dia bisa menjualnya lagi.
Ya, dalam pengamatan Jawa Pos, beberapa perhiasan memang menempel di tubuh Darsem. Anting-anting, kalung, dan juga gelang. "Kan wajar kalau saya pakai ini," kata Darsem mengulang, sambil menunjukkan perhiasannya.
Saat ditanya berapa uang yang dikeluarkan untuk membeli perhiasan itu, Darsem enggan menjawab. "Yang penting ini pakai uang saya. Terserah mau saya apakan uang itu," imbuhnya.
Selain untuk perhiasan, Darsem mengaku menggunakan uangnya untuk membeli rumah. Rumah itu terletak di depan rumahnya yang lama. Dia pun harus merogoh kocek Rp 50 juta untuk membeli rumah milik tetangganya itu. Darsem juga mengaku telah menghabiskan Rp 25 juta untuk biaya pembangunan dan renovasi rumah.
Memang, empat pekerja bangunan terlihat sibuk merenovasi rumah berukuran sekitar 4 x 8 meter itu. Ya, rumah tersebut sudah berdiri paling megah di antara rumah para tetangga yang mayoritas bekerja sebagai nelayan.
Tampak beberapa keramik yang belum terpasang di rumah dengan dua kamar itu. Rumah itu juga masih tampak polos karena belum dicat. "Tinggal sedikit kok, paling beberapa minggu selesai," ujar salah seorang pekerja yang menggarap rumah itu.
Darsem mengatakan, karena membeli rumah dan perhiasan, kini dirinya menjadi gunjingan para tetangga. Dia dianggap lupa diri dan hidup bermewahan. Tapi, Darsem tidak memedulikan hal itu. Kini Darsem mengaku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.
"Sekarang saya nggak pernah keluar (rumah). Biarin aja. Buat apa dipikirin," tuturnya. Dia mengaku, setiap keluar rumah selalu mendengar omongan tak sedap dari para tetangga.
Saat ditanya apa yang akan dikerjakan atau kesibukan apa yang digeluti setelah tidak menjadi TKI, Darsem tak bisa menjawab. Dia mengaku akan berdiam diri dulu sambil mengurus anak. Apa kepikiran kembali menjadi TKI? "Sekarang masih belum," jawabnya.
Dia juga enggan menerangkan apa yang akan dilakukan terhadap uang-uangnya itu. Untuk sementara, Darsem tetap menyimpan uang itu untuk keperluan keluarga dan anaknya kelak.
Di bagian lain, ayah Darsem, Dawud Tawar, tak mengerti mengapa banyak orang yang mencibir putri semata wayangnya itu. Dawud sangat menyayangkan anggapan masyarakat yang mengira Darsem hidup berfoya-foya.
Pengacara Darsem, Elyasa Budiyanto, termasuk salah seorang yang melontarkan sindiran itu. "Saya tidak mengerti kenapa dia (Elyasa, Red) berkata begitu," ujar Dawud. Dia pun mengira Elyasa menyebarkan isu tersebut lantaran hanya diberi fee Rp 20 juta. "Tapi, kan terserah saya kalau memberi Rp 20 juta," katanya.
Ketika dia mendengar bahwa Darsem disebut berlebihan dalam membeli perhiasan setelah menerima sumbangan, pria yang telah kenyang merantau di masa muda itu mengatakan bahwa perhiasan emas milik Darsem tidak seperti yang dituduhkan. "Beli emas kan wajar. Namanya juga perempuan. Dia cuma beli kalung satu, gelang dan anting satu, masing-masing 5 gram. Apa itu berlebihan?" ungkap pria yang rambutnya mulai memutih itu dengan gusar.
Selain perhiasan Darsem, benda-benda berharga milik Dawud seperti jam tangan Rolex dan HP merek Cross juga disebut-sebut dibeli dari uang sumbangan.
Namun, untuk yang satu ini Dawud mengelak. Dia bilang, sejak Darsem belum berangkat ke Arab Saudi, dia sudah memakai jam itu. "Waktu saya pingsan di DPR, handphone saya sempat jatuh. Ya handphone ini," ujarnya sambil menunjuk handphone merek Cross warna silver di sampingnya.
Dawud tak menampik bahwa sebagian uang itu dibelikan rumah yang saat ini dibangun. Rumah baru itu terletak di seberang rumah yang ditempatinya sekarang. "Sebenarnya, tidak membeli rumah pun Darsem bisa tinggal di sini (rumah Dawud, Red). Tapi, dia bilang ingin punya rumah sendiri. Saya silakan saja. Itu untuk masa depannya juga," jelas Dawud.
Meski begitu, Dawud bilang, uang sumbangan itu tak seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan Darsem semata. Sebagian sudah disumbangkan ke instansi yang membutuhkan di kampung tempat tinggalnya. Darsem membantu menyumbang pembangunan masjid, panti jompo, pesantren, serta panti asuhan. "Kami sudah menyumbang untuk masjid Rp 500 ribu," kata Dawud.
Untuk pembangunan jalan, Dawud mengatakan bahwa Darsem memang tidak memberikan sumbangan. Sebab, pembangunan jalan bukan tanggung jawab keluarga mereka, melainkan pemerintah.
Namun, lanjut Dawud, jika nanti pembangunan jalan dilakukan dan membutuhkan tambahan material pasti Darsem tak segan membantu.
Memang, keluarga mereka tak diganggu oleh permohonan macam-macam sumbangan. Tetapi, Dawud pernah mendengar bahwa ada pihak yang berencana menekannya untuk menyumbang Rp 5 juta guna pembangunan jalan. Dawud menegaskan tak akan menyumbang jika belum melihat pembangunan jalan itu. Kalaupun akan menyumbang, sumbangan itu bukan dalam bentuk uang, tetapi material. "Katakanlah bantu-bantu nambah 5 sak semen, saya kasih," ujarnya.
Ditanya tentang rencana ke depan, Dawud masih belum tahu. Fokus sekarang ini adalah persiapan khitan cucunya, Syafii, putra Darsem yang pestanya akan dilaksanakan seusai Lebaran. Pestanya sendiri akan diadakan dengan cukup meriah. Sebab, Darsem mendatangkan sandiwara Gelora Buana dari Indramayu. Selain pesta khitan, Darsem dan keluarga akan menggelar pengajian sebagai wujud syukur atas bebasnya Darsem dari hukuman.
Mengenai pengelolaan uang, Dawud menyerahkan semuanya kepada Darsem. Baik itu digunakan untuk usaha atau yang lain. Dia sebagai orang tua tidak ikut campur, apalagi minta bagian. "Saya orangnya sederhana. Sehari-hari cukup ada rokok sama kopi. Dari dulu begini saja," kata Dawud.
Namun, dia menyarankan Darsem agar menyisihkan sebagian uang untuk membeli sawah, demi masa depan Syafii. Jika sudah ada sawah, Dawud merasa lega karena ada penghasilan yang bisa diandalkan. Apalagi, dirinya sudah semakin tua sehingga tak bisa lagi terus-menerus menjadi nelayan.
Meski baru sekadar angan-angan, rupanya yang menawari Dawud untuk membeli sawahnya sudah banyak. "Setelah Darsem pulang, banyak orang yang datang nawari sawah," ujar Dawud. "Ya, kira-kira satu hektare cukuplah," imbuhnya lantas tersenyum.
Meski begitu, menurut Dawud, sebenarnya hal itu tidak membuat dirinya bahagia. "Terus terang, sekarang saya bingung. Nggak tenang lagi. Khawatir karena dianggap punya uang banyak. Belum lagi omongan orang," katanya.
Di tempat terpisah, bekas pengacara keluarga Darsem, Elyasa Budianto, mengaku sedikit kecewa dengan perubahan sikap Darsem yang drastis. Menurut dia, uang yang didapat Darsem adalah hasil sumbangan yang seharusnya juga disisihkan untuk membantu pekerja migran lain yang sedang kesusahan.
Namun, Elyasa membantah jika dirinya dianggap menyebarkan isu perubahan sikap Darsem lantaran hanya menerima honor Rp 20 juta. "Kalau saya memang dikasih segitu, saya terima. Tapi, ini bukan masalah itu (honor). Ini masalah sumbangan yang seharusnya disisihkan untuk pekerja migran yang lain. Ini amanah masyarakat," tuturnya.
Sebenarnya Elyasa tidak bisa menyalahkan Darsem sepenuhnya. Bagaimanapun, itu adalah haknya. "Tapi, sebaiknya ya harus digunakan dengan bijak," imbuhnya.
0 komentar:
Posting Komentar